-->
  • Jelajahi

    Copyright © Wargata.com
    Info Berada di Sekitar Warga

    Banner Ucapan

    Ads Google Searc

    Hukrim

    Banner IDwebhost

    Lemdiklat Polri Mengajarkan New Mind Set Menghadapi Disrupsi

    Alam - Admin 2
    22/01/25, 14:08 WIB Last Updated 2025-01-22T12:07:59Z
    Wargata.com, - Rabu, (22/01/2025). Disrupsi begitu cepat, melampaui ekspektasi dan prediksi, hal baru dan kebaruan menjadi sesuatu kekuatan bertahan bahkan tumbuh dan berkembang. Tatkala hanya statis dan begitu begitu saja tentu akan dianggap kuno, menyebalkan, membosankan dan akan ditinggalkan.

    Kreatifitas dan inovasi harus terus jalan sebagai terobosan terobosannya. Hidup di era digital dituntut untuk cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

    Kebaruan tentu memerlukan proses kreatif yang bisa memberdayakan apa saja dalam kehidupan sehari hari. Konseptualnya dapat menembus batas sekat ruang dan waktu bahkan lintas generasi. Dalam membangun loyalitasnya diperlukan media untuk orang lain memahaminya. Membranding mengemas dan memarketingkan semua saling terkait. Tidak lagi parsial dan model holistik atau sistemik harus dibangun. 

    Manajemen media bagi sosialisasi menjadi keniscayaan dan keharusan. 

    Baru dan kebaruan memerlukan imajinasi serta cara berpikir yang di luar main stream, out of the box bahkan no box namun tetap berpegang pada keutamaan maupun vore valuenya. Semua itu dilakukan dengan konsisten dan komitmen yang tinggi.

    Kemampuan berimajinasi merupakan kemampuan mengabstraksikan atas fenomena dengan cara berfikir helicopter view. Mampu melihat ke depan belakan atas bawah dan bisa kembali ke titik awal. Melepas belenggu captive mind nya. 
    Membuka cakrawala memang bukan perkara mudah, karena memerlukan keberanian, kemampuan mendobrak sesuatu yang mapan, bahkan beresiko tinggi. Tunas baru tidak akan muncul kalau tidak di pruning atau dipangkasi. 

    Hakekat pendidikan untuk mencerdaskan, mencerahkan, menyiapkan regenerasi, membangun yang semua itu adalah bagi sumberdaya manusia yang memiliki karakter ( integritas, kompetensi, mentalitas dan keunggulan) bagi kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. 

    Tatkala dalam proses pendidikan sarat kepentingan maka akan banyak kekerasan simbolik yang merupakan kejahatan dalam pendidikan. Hasil didik akan lemah, penakut, mentalitasnya cengeng, sekedar memenuhi syarat administrasi, penuh trik dan intrik tipu daya dan kepura puraan dan akan menjadi jahat pula. Proses belajar mengajar bukan mendoktrin, tidak berbasis hafalan, juga bukan mengekor dan mentaati apa kata dan perintah guru ini bukan mencerahkan dan tidak mencerdaskan. Apalagi bagi sekolah bagi polisi maupun calon polisi yang akan menjadi penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaan.
     
    Pembelajaran yang sarat kekerasan dalam bentuk apapun: verbal, simbolik, maupun fisik akan bersampak hasil didik yang jahat, munafik, bukan ahli melainkan lihai yang penuh akal akalan. Tentu saja merusak peradaban karena yang dikerjakan sebatas pokoknya tugas bukan tugas pokok. 

    Integritas merupakan pilar pendidikan berbasis moral dan literasi sehingga hasil didik menjadi patriot bagi bangsa dan negara yang peka peduli dan berbelarasa bagi manusia yang merupakan aset utama bangsa. 

    Humanisme dalam proses pembelajaran di Lemdiklat Polri berbasis moral dan literasi, yang keutamaannya dpat dikategorikan sebagai berikut;
    1. Moralitas yang ditunjukan pada kejujuran, kebenaran dan keadilan
    2. Pengendalian diri yang terlihat pada kesadaran, tanggungjawab dan disiplin
    3. Kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban
    4. Profesionalisme, cerdas, bermoral dan modern
    5. Menjadi ikon bagi : kebhikekaan, toleransi, anti korupsi, anti narkoba

    Peserta didik tercerahkan oleh guru guru yang mampu:
    1. Menjadi inspirator
    2. Memotivasi
    3. Memecahkan masalah
    4. Menstimuli untuk kerja keras dan kerja cerdas
    5. Mendorong peserta didik berani melakukan hal hal baru ( adanya novelty)
    6. Membangun suatu dialog peradaban

    Proses belajar mengajar tidak lagi terkungkung pada kelas ruang yang dibatasi tembok dan waktu. Belajar bisa dari apa saja di mana saja dengan siapa saja dan kapan saja. Hal mendasar proses belajar mengajar adalah cara berpikir berbasis konseptual teoritikal, studi kasus, proactive and problem solving. Tidak terjebak hal pragmatis dan penghafalan apalagi takut berpikir ( mengandalkan out sourcing).

    Hal tersebut berdampak fatal menjadi lemah, lelah dan malas berpikir. Bisa dibayangkan tatkala orang bermental malas dan lemah serta lelah berpikir menjadi pemimpin yang memiliki kewenangan dan kekuasaan besar, tentu akan menjadi boneka, menjadi alat yang can not doing anything. Bisa dipastikan jahat dan kebijakannya tidak bijaksana.

    Lemdiklat Polri berupaya membangun proses pembelajarannya melalui dialog peradaban. Proses pembelajaran bukan semata mata ujian melainkan perdebatan, dengan harapan para pemimpin di masa depan menjadi pemimpin tangguh. Yang memiliki karakter ( integritas, komitmen, kompetensi dan keunggulan ) yang dipercaya karena kebijakannya bijaksana.

    Hal hal yang tabu dan harus terus menerus diminimalisir bahkan dihilangkan dalam proses pembelajaran antara lain:
    1. Transaksional karena sekolah bukan pasar
    2. Mental mental cengeng, penakut, munafik dan cari enaknya sendiri
    3. Stratifikasi sosial yang menjadi gap antara guru dan peserta didik
    4. Berbagai kekerasan simbolik dan kejahatan dalam pendidikan
    5. Sikap apatis / masa bodoh terhadap lingkungan
    6. Pembunuhan karakter dengan berbagai cara intimidasi
    7. Perencanaan yang buruk dan menyimpang dari keutamaan pendidikan
    8. Akuntabilitas palsu (pseudo) 
    9. Kelelahan, kelemahan dan kemalasan berpikir, dan berbagai pembodohan lainnya
    10. Panduan atau pedoman pedoman yang menjadi pembenar dan pembekuan kreatifitas (captive mind)

    Tatkala 10 point di atas masih dibiarkan menjadi spora yang merajalela ini sejatinya " silent suicide" dan penghianatan kepada bangsa, negara, rakyat dan institusi. 

    Merubah mind set memang perju perjuangan berdarah darah, karena kaum mapan dan nyaman akan mati matian melawan dan menggagalkan, karena takut kehilang previlegenya. Dengan hadirnya AI (artificial intellegence) maka perubahan mind set dan pendekatan pembelajaran di Sespim harus dilakukan. Kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi.

    (MW/RL/AA)
    Komentar

    Tampilkan

    Daerah

    +