Wargata.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mendorong kepala daerah agar memahami Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Aturan itu sebagai landasan kepala daerah khususnya dalam menerbitkan keputusan gubernur terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Hal itu disampaikan Mendagri pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan Sosialisasi PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan Pembekalan tentang Perdagangan Karbon di Gedung Sasana Bhakti Praja Kemendagri, Jakata, Senin,(20/11/2023).
Mendagri menekankan, pemahaman terhadap PP tersebut penting karena menyangkut masalah ketenagakerjaan dan perindustrian, untuk mencari titik temu penyesuaian upah yang menguntungkan pekerja maupun pengusaha. Mendagri tak ingin nantinya ada kepala daerah yang memiliki pemahaman berbeda atau kurang memahami regulasi tersebut.
"Dan kemudian begitu ada gejolak di daerahnya tidak mampu untuk menjelaskan kepada rekan-rekan buruh atau pengusaha, ini kan resisten bisa datang dari kalangan buruh maupun dari kalangan pengusaha, terlalu kecil (upahnya) buruhnya ribut pengusahanya senang, terlalu besar (upahnya) pengusahanya yang berat", ujarnya.
Mendagri mengimbau pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota membentuk tim untuk mempelajari substansi dari regulasi tersebut. Kemudian segera melakukan penyesuaian untuk menetapkan peraturan gubernur mengenai pengupahan. “Jadi ada deadline waktunya tanggal 21 (November) nanti gubernur sudah harus menetapkan (peraturan gubernur) sebagai follow up dari PP ini,” terangnya.
Di lain sisi, Mendagri mewanti-wanti kepala daerah agar melakukan upaya pencegahan terhadap kemungkinan adanya resistensi ketika upah ditetapkan. Pemerintah daerah (Pemda) perlu membangun komunikasi dengan berbagai pihak, seperti asosiasi buruh/pekerja, pengusaha, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Polri, TNI, Kejaksanaan, dan Badan Intelijen Negara (BIN). “Sehingga ada satu visi yang sama, pemahaman yang sama tapi tidak keluar dari aturan pemerintah pusat PP Nomor 51 ini, tidak keluar,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, penyusunan PP Nomor 51 Tahun 2023 telah melalui berbagai tahapan yang melibatkan stakeholder ketenagakerjaan. Mereka di antaranya perwakilan dari unsur serikat pekerja/buruh, pengusaha, Dinas Ketenagakerjaan, akademisi, dan pakar.
Dia menjelaskan, penetapan kebijakan upah minimum berkaitan dengan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan di masing-masing wilayah. Karena itulah, formula penyesuaian upah minimum menggunakan tiga variabel utama, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Indeks tertentu ini berkaitan dengan kontribusi ketenagakerjaan terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
“Upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota ditetapkan oleh gubernur setiap tahun tanggal 21 November untuk UMP dan 30 November untuk UMK”, tandasnya.
(RL/PK/SB)