Wargata.com, - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengeluhkan tindakan aparat penegak hukum yang menghapus mural berisi kritikan di suatu daerah. Menurut Jokowi, itu urusan kecil tidak perlu direspon berlebihan. Jokowi juga mengatakan, tidak perlu bertindak berlebihan dalam menanggapi kritik atau orang mengeritik. Dirinya sudah biasa dikritik atau mendapat kritikan dari publik.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum dihimbau untuk tidak merespon kritik terhadap pemerintah secara berlebihan. Namun ada batasan dalam kritik dan mengkeritik. Jikalau menganggu ketertiban umum, aparat penegak hukum silahkan menindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Pejabat publik pun diharapkan meneladani apa yang diujarkan oleh Presiden Jokowi. Tidak perlu berlebihan merespon kritik atau orang yang mengeritik.
Jokowi mengatakan, kita telah menyatakan diri sebagai Negara Demokrasi, jadi hormatilah kebebasan berpendapat. Termasuk kritik dari publik. Kritik tersebut, baiknya dijadikan sebagai bahan untuk evaluasi dan melakukan perbaikan ke depan. Agar pemerintah bisa terus berbenah diri, dan menjadi lebih baik ke depannya.
Namun satu hal yang perlu ditekankan. Kritik itu sangat jauh berbeda dengan menghina. Mengkeritik lebih difokuskan kepada bagaimana jalannya sebuah sistem atau manajemen dalam pemerintahan. Sementara hinaan, itu cenderung menyasar kepada pribadi atau golongan. Tujuan dari menghina adalah merendahkan pribadi, golongan ataupun kelompok tertentu. Dengan menjadikan SARA sebagai sasaran hinaan. Jikalau sifatnya hinaan, jelas harus ditindak tegas. Apalagi hinaan itu menyasar SARA yang berpotensi menimbulkan perpecahan sesama anak Bangsa Indonesia.
Namun, jikalau sekadar kritik, baiknya ditanggapi dengan santai dan tidak perlu dibesar-besarkan jika tak menganggu ketertiban umum. Tirulah sikap Presiden Jokowi dalam merespon kritik yang dilontarkan publik kepada Beliau. Ingat, Negara Demokrasi membuka ruang bagi kebebasan berpendapat. Akan tetapi, jangan kebablasan dan berujung pada saling hina.
Mari jaga Kebhinekaan dan Keutuhan Bangsa dan Negara.
(MW/RIL/AA)