Wargata.com, Kabupaten Pelalawan - Balita bernama Afika Maulida Yusilla (2,6) putri seorang janda kurang mampu, di Desa Rantau Baru, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau, menderita penyakit aneh.
Pada umumnya anak seumuran dia sudah pandai duduk, berdiri dan berjalan bahkan berlaripun sudah bisa. Afika sudah berumur dua setengah tahun, tidak bisa duduk dan berdiri, tutur Yully Yetni (42) ibu kandung Afika saat ditemui di kediaman orang tuanya di Desa Rantau Baru, pada Selasa (6/8/19) sore.
Janda yang ditinggal mati oleh suaminya itu mencoba mengisahkan derita pilunya. Pada tgl 9 Maret 2017 lalu, Afika lahir di RSUD Selasih Pangkalan Kerinci yang dibiayai dari Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Kabupaten Pelalawan. Waktu itu suaminya masih hidup, dan menemaninya saat persalinannya.
Saat itu perawat RSUD (rumah sakit umum daerah) Selasih bilang, bayinya telah minum air ketuban. Karena takut sesak nafas, disarankan oleh pihak RSUD Selasih untuk dirujuk ke Rumah Sakit Umum Arifin Ahmad di Pekanbaru untuk menyedot air ketuban itu dengan biaya Rp 35 juta. Tapi dikarenakan tidak sanggup, kedua orang tua Afika hanya pasrah kala itu.
Hari pertama lahir, Afika terlihat lemas. Pada hari kedua, terlihat kurang bergerak dengan muka sangat pucat. Lalu di hari ketiganya tambah parah. Tiba-tiba pada pagi hari yang keempat Afika muntah. Kemungkinan muntahnya itu adalah air ketuban yang terminumnya dari dalam kandungan. Sehingga setelah muntah, baru mulai bergerak, meskipun kondisinya terlihat masih lemas, kisah Yully kepada media ini.
Dua hari setelah dibawa pulang kerumah, Afika demam. Begitu dikasih obat, sehat lagi. Setelah berumur 6 bulan, Afika terkena step atau demam tinggi. Dibawa ke bidan desa terdekat untuk berobat saat itu, demamnya langsung turun.
Tapi sebelum mengalami step itu, Afika biasa bergerak dan masih bisa tengkurap, walaupun harus dibantu untuk berbaring lagi. Setelah kena step itu, tetap bisa bergerak seperti biasa, tapi mulai saat itu tidak bisa tengkurap lagi, kisahnya lagi.
Anak semata wayang dari pasangan suami istri Yully dengan almarhum Yusril itu diketahui tidak bisa duduk, juga tidak bisa berdiri dan berjalan setelah diserang step tersebut.
Disaat umur delapan bulan, Yully bersama mendiang suaminya telah berencana membawa bayinya itu untuk di periksa di rumah sakit di Pekanbaru. Tapi diumur Afika yang masih 9 bulan, ayahnya meninggal dunia secara tiba-tiba tanpa ada sakit apapun, kisah Yully dengan mata sudah mulai berkaca-kaca.
Setelah suaminya meninggal dunia, Yully tidak bisa bekerja mencari nafkah selain hanya bisa fokus mengurus putri semata wayangnya itu. Bersama putrinya Yully tinggal dirumah bapak kandungnya bernama Mukhtar L. yang sehari-hari bekerja sebagai pencari ikan. Makan sehari-hari dengan alakadarnya, ditanggung oleh Mukhtar, yang telah menginjak usia 79 tahun, tutur Yully sambil mengelap air matanya.
Dengan berurai air mata, Yully mengatakan bahwa belum pernah mendapatkan bantuan dari manapun atas derita pilunya itu. Jangankan bantuan dari pemerintah, bantuan dari desa kepada warga yang miskin tidak pernah dia terima, ujarnya.
Ibu satu anak itu mengaku sangat tidak berdaya, terutama untuk mencari uang untuk biaya perobatan putrinya itu. Sebagai seorang ibu, sangat berharap putrinya yang seorang anak yatim itu, bisa sehat dan bermain seperti anak-anak yang lainnya, harapnya dengan sesekali mengusap air matanya.
Beberapa orang perangkat desa antara lain, Ketua RW 02 Dusun Sei Pebadaran Desa Rantau Baru Arjulis, anggota BPD Masrul, dan leader MPA (masyarakat peduli api) desa Rantau Baru Budi Albarky berharap ada dermawan yang turut prihatin atas derita Yully. Sebab dia seorang janda punya anak yang sedang menderita suatu penyakit yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Untuk kebutuhan makan sehari-hari saja, sungguh sangat memprihatinkan. Seorang kakek lanjut usia Mukhtar setiap hari banting tulang mencari ikan demi menafkahi putrinya bersama cucunya yang sedang sakit, sebut para perangkat desa tersebut.
(Sona/Red)